Jangan Menjadi Setan Bisu
Setan Bisu |
الساكت على الحق شيطان أخرس
“Orang yang diam dari kebenaran
laksana setan bisu.”
Ini adalah perkataan yang diucapkan
oleh Abu Ali Ad Daqqaq.
Keterangan :
Ungkapan ini adalah risalah untuk
menyampaikan kebenaran, tidak diam atas kezhaliman, dan melakukan amar ma’ruf
nahi mungkar. Siapa yang melihat kebenaran dibatasi atau dirampas, atau
menyaksikan realita yang kontra kebenaran, lalu ia diam, maka sikap diamnya
tersebut menyalahi semangat syariat Muhammad saw (Islam). Kecuali, misalnya
jika perkataannya nanti dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar dari bahaya
yang tengah terjadi. Tak ada satu pun orang-orang terdahulu (as sabiqin) yang
berpesan untuk bersikap diam atas perusakan kehormatan, dan meridhai atas
pelanggaran-pelanggaran.
Perkataan ini bukan termasuk sabda
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Hadits sahih yang berkaitan dengan
masalah di atas.
Hadits yang bersumber dari Abu Dzar
Radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata, “Katakanlah
yang benar, meski pahit rasanya (akibatnya).”
Hadits ini adalah seruan untuk tidak
takut kepada manusia dalam mengatakan kebenaran, dan tidak diam atas kebatilan
meski kebenaran itu dirasa pahit oleh orang banyak. Karena Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam telah memerintahkan kita untuk mengatakannya, karena
Allah, tanpa takut terhadap cacian orang lain.
Setiap mukmin berkewajiban
untuk mengingkari yang batil dan menyeru kepada yang makruf sesuai dengan
kemampuannya. Rasulullah bersabda,
"Barang siapa di antara
kamu sekalian melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan (atau
kekuasaannya) bila tidak mampu hendaklah mengubahnya dengan lisannya (nasihat)
dan bila tidak kuasa maka hendaklah mengingkari dengan hatinya, yang terakhir
ini adalah selemah-lemah iman." (HR Imam Muslim).
Bila
seorang Muslim tidak melakukan nahi mungkar padahal mampu dan tidak ada
penghalang maka dia adalah setan gagu. Lebih parah lagi bila ada orang yang
menyuarakan kebatilan, dia dijuluki sebagai jubir setan.
Kita
sering menyaksikan Muslim yang komitmen menegakkan amar makruf dan nahi mungkar
tetapi tidak mau menyuarakan yang hak ketika melihat pelanggaran yang sudah
merata di masyarakat. Di antara sebabnya, rasa takut dimusuhi ahlul bathil,
khawatir dicopot dari jabatannya, takut diisolir dari masyarakatnya seperti
yang dialami Siami di Surabaya atau disebabkan hal-hal lainnya.
Kebaikan
apa yang bisa diharapkan dari seorang yang tidak menyuarakan yang hak ketika
melihat larangan Allah ditabrak, batas-batas ajaran agama dilanggar dan
ketentuan agama ditinggalkan? Bukankah musibah agama terbesar datang dari
mereka yang merasa enak hidupnya, dan memiliki jabatan mapan tapi tidak peduli
dengan musibah yang menimpa agamanya?
Umat
Islam masih menjadi umat terbaik bila amar makruf dan nahi mungkar
ditegakkan. "Kamu adalah umat Yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, manyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah." (Ali Imran, 110).
Abu Nu'aim meriwayatkan dalam Kitab Al-Hilyah, dari Abur
Riqaad, bahwa ia berkata, "Hendaknya kamu memerintahkan yang makruf,
melarang yang mungkar, dan menyuruh kebaikan atau kamu sekalian akan disiksa
bersama atau kamu diperintah oleh orang-orang jahat di antara kamu kemudian
bila para tokohnya berdoa tidak lagi akan dikabulkan. Na'udzubillah mindzalik.
Ref //Arbionline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar