Terjatuh Dijalan Dakwah
Jalan Dakwah |
Fenomena berjatuhan (seperti : penyelewangan, penyimpangan,
pengunduran diri dsb) dalam perjalanan dakwah adalah gejala umum, mencemaskan
dan kronis. Diantara mereka ada yang meninggalkan dakwah dan tidak meninggalkan
islam, ada pula yang meninggalkan jamaah dan mendirikan jamaah lain bahkan ada
yang meninggalkan dakwah dan meninggalkan islam secara bersamaan.
Dalam banyak hal dan waktu, gejala berjatuhan ini menjadi faktor
pendukung tersebarnya gejala negatif lain yaitu terpecahnya amal islami yang
pada gilirannya berjatuhanlah para aktifis dan da’i dalam kancah pertarungan
kalangan islam sendiri.
Yang harus menjadi peringatan adalah bahwa fenomena
ketergelinciran ini tidak saja menimpa barisan depan, para pendiri gerakan dan
para pendahulu tapi juga para penerusnya.
Jika sebagian orang menilai jatuhnya mereka yang “berjatuhan”
sebagai suatu fenomena sehat yang harus terjadi guna memperbaharui sel-sel inti
dan membebaskan diri dari hambatan pergerakan, namun sejatinya ini adalah
persepsi yang tidak baik sama sekali. Tetapi fenomena “berjatuhan” sesungguhnya
lebih menyerupai banjir yang menghanyutkan segala yang berharga dan tidak
berharga. Padahal di QS. Al Anfal Allah mengingatkan
: “ Dan
peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang yang dzolim
saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaanya.”
Fenomena keterjatuhan
di masa nabi belumlah menonjol sebagaimana di masa modern ini, akan tetapi
lebih kepada terjerumusnya oknum-oknum ke dalam kekeliruan dimana umat
dihadapkan pada 2 alternatif saja yaitu Islam atau jahiliyah yaitu berkisar
tanpa keluar dari barisan Islam. Adapun dewasa ini ada beragam pandangan, namun
yang terpenting adalah bahwa seseorang yang keluar dari pergerakan tidak
berarti ia keluar dari agama Islam. Hal ini sangatlah memnbuka peluang untuk
lari dari barisan sedang oknum tersebut tidak menyadari bahwa ia telah
melakukan maksiat dan dosa.
Berikut adalah
beberapa fenomena yang berjatuhan di masa nabi :
Masjid Dhirar
Masjid Dhirar adalah
masjid yang didirikan untuk memecah belah kaum muslimin, maka Rosulullah
memerintahkan untuk menghancurkannya. Kepada Mereka diturunkan pula QS. At
Taubah :107 :
“Dan (di
antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk
menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk
memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang
yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya
bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah
menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”
Peristiwa Abu Lubabah
Ketika Rosulullah
mengutus Abu Lubabah bin Abdil Munzir kepada Bani Quraizah guna memenuhi
tuntutan mereka setelah mereka mengkhianati dan membatalkan perjanjian dan
bersekongkol terhadap umat islam –muncul darinya apa yang dianggap khianat pada
Rosulullah. Namun laki-laki itu, begitu terjerumus, cepat menyadari dan
menyesali perbuatannya serta menebus kesalahannya dengan mengikatkan dirinya ke
tiang masjid. Terhadap peristiwa Abu Lubabah ini turun QS. Al Anfal :27 :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Disamping peristiwa yang dikemukakan diatas masih banyak lagi
contoh-contoh sepanjang sejarah. Namun pada peristiwa-peristiwa tersebut
umumnya berakhir dengan kesadaran oknum atas kesalahannya dan bersegera taubat
serta insyaf tanpa sikap yang berlebihan ataupun terus menerus berlaku salah.
Disana nampak adanya kesucian niat, kebersihan maksud, keaslian inti serta
dorongan kuat atas kesatuan barisan dan komitmen berjamaah. Ini amat berbeda
dengan yang berjatuhan di zaman modern ini dimana fenomena berjatuhan dewasa
ini ditujang oleh penyakit gawat, buruk dan keras seperti hilangnya kesetiaan,
hapusnya kekeluargaan, kemunafikan serta kedengkian dan penipuan atas umat
islam. Para pemecah belah tidak cukup hanya mengacau badan memecah belah
barisan bahkan mereka menantang perang saudara mereka sendiri. Ini tentu
bukanlah akhlaq dan ajaran islam. Karena Rosulullah pernah bersabda sebagaimana
diriwayatkan Abu Hurairah :
“Kemuliaan seorang mu’min
adalah agamanya, peradabannya adalah akalnya dan kehormatannya adalah
akhlaknya.
Ref//dakwahonline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar