Petaniku Sayang Petaniku Malang
Petani ( Ilustrasi ) |
Petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengeluhkan langkah
pemerintah yang ngotot mengimpor beras saat petani sedang menikmati harga gabah
dan beras yang tinggi di panen musim gadu (kemarau). Stok beras nasional masih
mencukupi sebesar 1,4 juta ton. Produksi dan pasokan hingga akhir tahun 2015
masih relatif aman. Selain mengecewakan petani, impor beras juga bertentangan
dengan semangat swasembada pangan yang selalu digaungkan pemerintahan Joko
Widodo – Jusuf Kalla.
Sebelumnya,
pemerintah mengatakan Indonesia tidak akan mengimpor beras. Ketua Kontak Tani
dan Nelayan Andalan (KTNA) Jabar, Rali Sukari, mengaku sudah bersepakat dengan
Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu. Kementan menyatakan
pemerintah belum akan mengimpor beras, sebab petani masih dalam tahap panen
hingga akhir tahun mendatang.
Pemerintah
tidak konsisten dengan pernyataannya. Beras impor telah masuk ke beberapa
pelabuhan. Sebanyak 27 ribu ton beras tiba di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebanyak
3 ribu ton dikirim ke Merauke. Hingga 31 Maret 2016 mendatang sebanyak 50 ribu
ton dikirim ke Pelabuhan Dumai, Riau. Dan 4,8 ribu ton ke Manado, Sulawesi
Utara. Beras-beras ini merupakan bagian dari 1 juta ton beras yang diimpor dari
Vietnam.
Pemerintah
beralasan, keputusan mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton dari Vietnam dan
Thailand hingga akhir tahun itu untuk mengantisipasi kekurangan stok beras
dalam negeri akibat dampak el-nino dan bencana asap yang diprediksi
mempengaruhi hasil panen petani. Tetapi, karena terlambat mengantisipasi target
pembelian, hanya bisa dipenuhi sebanyak 1 juta ton.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong menjelaskan, Filipina telah
terlebih dahulu membeli dalam volume besar. Keterlambatan tersebut akhirnya
berdampak pada harga pembelian, harga sudah berada di atas 400 dolar AS per
ton. Untuk memenuhi target 1,5 juta ton itu pemerintah mengambil opsi untuk
mendatangkan beras dari negara lain seperti Pakistan dan Brazil.
Dampak dari
kebijakan pemerintah tersebut berujung pada kerugian rakyat. Impor akan merusak
harga beras lokal serta harga gabah petani menurun. Ketua Umum Serikat Tani
Indonesia, Henri Saragih, menentang kebijakan impor beras. Menurutnya, merujuk
UU Pangan Pasal 38 sebenarnya impor beras saat ini ilegal.
Di pasar dalam
negeri telah beredar beras impor ilegal dari Vietnam yang masuk melalui
Kepulauan Riau (Batam). Komoditi ini meresahkan petani lokal, sebab harganya
lebih murah dan sulit dideteksi perbedaannya dengan beras lokal. Berdasarkan
data Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Divisi Regional Jambi,
beras ilegal yang masuk setiap tahunnya mencapai 4 juta ton. Importasinya tidak
dilakukan oleh Perum Bulog dan tidak tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun meski telah mengetahuinya, pemerintah dan Bulog enggan melakukan
investigasi terhadap masalah ini.
Kehadiran
pemerintah dalam tata niaga beras harus berpihak kepada rakyat. Soal pangan
adalah soal hidup matinya bangsa! Demikian intisari pidato Presiden RI Pertama
Soekarno yang tidak ingin menggantungkan perut rakyat Indonesia pada beras
impor. [B]
Sumber : membunuhindonesia.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar