Kebugaran Itu Adalah Berenang
Sunnah Berenang |
Kalau kita telusuri memang
ada beberapa hadits Nabi SAW yang menyinggung masalah berenang ini. Di antara
hadits itu adalah hadits berikut ini :
كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ
أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ
وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السِّبَاحَةَ
Dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Segala sesuatu yang di
dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau,
dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan
istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR.
An-Nasa’i).
Kalau kita perhatikan teks hadits di
atas, Rasulullah SAW menyebutkan bhawa mengajarkan renang bukan termasuk
perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa perbuatan lainnya. Hanya saja
beliau tidak secara langsung memerintahkan, apalagi mencontohkan dalam bentuk
perbuatan.
Perkataan Umar bin Al-Khattab
Sedangkan dalil yang amat populer di
tengah masyarakat bahwa ada perintah untuk mengajarkan anak-anak berenang,
termasuk di dalamnya memanah dan menunggang kuda, ternyata bukan hadits nabi.
Para ulama umumnya menyebut perintah itu merupakan perintah dari Umar bin
Al-Khattab radhiyallahuanhu.
عَلِّمُوا
أَوْلاَدَكُم السِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةَ وَرُكُوْبَ الخَيْلِ
Umar bin Al-Khattab
berkata,"Ajari anak-anakmu berenang, memanah dan naik kuda".
Perkataan di atas lebih tepat untuk
dinisbatkan kepada Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu. Sebab kalau
dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, banyak para ulama hadits yang menentangnya.
Atsar dari Umar ini sampai kepada kita
lewat jalur Bakr bin Abdillah, dari Abdullah Al-Anshari dan Jabir bin Abdillah,
Abu Rafi' dan Ibnu Umar, yang diriwayatkan secara marfu'.
Hadits sejenis juga ada, yaitu yang
menyebutan keharusan mengajarkan anak kita berenang. Namun para ulama
mengatakan bahwa hadits itu bermasalah. Hadits itu adalah :
عَنْ أَبِي رَافِعِ
قَالَ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَلِلْوَلَدِ عَلَيْنَا حَقٌّ كَحَقِّناَ
عَلَيْهِمْ ؟ قاَلَ : نَعَمْ حَقُّ الوَلَدِ عَلىَ الوَالِدِ أَنْ يُعَلِّمَهُ
الكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ
Dari Abi Rafi', dia bertanya,"Ya
Rasulullah, apadaha ada kewajiban atas kita terhadap anak kita, sebagaimana
kewajiban anak kepada kita?". Rasulullah SAW menjawab,"Ya, hak anak
atas ayahnya adalah diajarkan membaca, berenang dan memanah".
A. Istimbath Hukum
Dengan dalil-dalil di atas, umumnya
para ulama sampai kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya hukum berenang adalah
sesuatu yang mubah, bukan termasuk sunnah apalagi kewajiban.
Namun hukum mubah ini masih tergantung
kepada tujuan dan tata caranya. Bila tujuan dan tata caranya sesuai dengan
ketentuan syariah, hukumnya bisa menjadi mustahab atau sunnah. Sebaliknya bila
tujuan atau tata cara yang dipakai bertentangan atau berseberangan dengan
ketentuan syariah, hukumnya bisa berubah menjadi makruh, bahkan sampai ke
tingkat haram.
B. Ketentuan Syar'i
Agar berenang tidak menyalahi
ketentuan syariat, maka harus dijaga agar jangan sampai sesuatu yang hukum
dasarnya halal, kemudian berubah menjadi haram, karena di dalamnya ternyata
terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat.
1. Menutup Aurat
Meskipun renang, namun urusan menutup
aurat tetap merupakan kewajiban yang tidak ada keringanannya. Sebab tidak ada
unsur darurat dalam olahraga renang.
Aurat laki-laki tetap harus ditutup
saat berenang. Dan kita sudah tahu batasnya yaitu antara pusat (puser) dan
lutut.
Sedangkan aurat seorang wanita dengan
sesama wanita berbeda dengan aurat wanita di depan laki-laki yang ajnabi
(asing) dan bukan mahram. Sesama wanita boleh terlihat bagian-bagian tubuh
tertentu seperti rambut, tangan dan kaki.
Sedangkan di depan orang laki-laki
yang asing, batasnya tetap seluruh tubuh kecuali kedua tangan hingga
pergelangan dan kedua kaki hingga batas mata kaki.
2. Kolam Terpisah
Namun yang paling benar adalah
berenang di tempat yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan
sebagian kalangan sudah sampai ke level menjadikan syarat kebolehan. Tujuannya
bukan sekedar terjaga aurat, tetapi juga agar tidak terjadi campur baur antara
laki-laki dan wanita. Setidaknya menghindari untuk berada pada satu kolam.
Memang agak sulit kalau yang kita
gunakan merupakan kolam renang umum. Sebab konsepnya memang dibuat untuk umum,
dimana laki-laki dan perempuan dibiarkan berenang campur aduk.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : Rumahfiqih.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar