Pentingnya Tauhid dalam Kehidupan
Pentingnya Tauhid |
Sebagaimana
telah kita ketahui bersama bahwa perintah yang utama bagi manusia adalah
mentauhidkan Allah. Dan ibadah barulah dinamakan ibadah jika disertai dengan
tauhid. Tanpa tauhid ibadah tidaklah disebut ibadah. Hal ini dapat kita
misalkan dengan shalat tidaklah disebut shalat sampai seseorang itu berthoharoh
atau bersuci. Hal ini sudah menunjukkan dengan sendirinya urgensi tauhid.
Begitu
pula syirik itu bisa merusak amalan sebagaimana adanya hadats, membuat thoharoh
(keadaan bersuci) seseorang menjadi rusak. Oleh karena sangat penting untuk
memahami kesyirikan karena syirik adalah suatu perangkap yang berbahaya. Semoga
Allah menyelamatkan kita darinya. Inilah ungkapan yang kami petik dari penjelasan
Syaikh Muhammad At Tamimi dalam Al Qowa’idul Arba’.
Dalil-dalil
yang menunjukkan urgensi mempelajari tauhid di antaranya,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan
perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia beramal shalih dan tidak
mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. Al
Kahfi: 110). Ayat ini sudah menunjukkan syarat diterimanya ibadah yaitu tauhid
dan ittiba’. Tauhid maksudnya mengikhlaskan ibadah untuk Allah semata,
sedangkan ittiba’ maksudnya adalah mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam beramal.
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,
“Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki
syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan
“janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabbnya”,
maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik
pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah
dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 9: 205). Ini berarti jika akidah seseorang tidak beres, maka
amalannya tidak diterima. Ini dalil pertama yang menunjukkan seseorang harus
memiliki akidah yang benar.
Begitu pula dalil lainnya menunjukkan
bahwa amalan yang tercampur dengan syirik akan merusak amalan. Bahkan jika yang
dilakukan adalah syirik akbar (besar), seluruh amalan terhapus. Sedangkan jika
yang dilakukan adalah syirik ashgor, maka amalan yang tercampur dengan
kesyirikan saja yang terhapus. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ
إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan
kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti akan
terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang
yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)
Bahkan dakwah para rasul adalah untuk
meluruskan akidah umat yaitu dengan beribadah pada Allah saja dan meninggalkan
kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا
فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh telah Kami utus kepada
setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thoghut
(sesembahan selain Allah)’” (QS. An Nahl: 36)
Begitu pula urgensi bertauhid
ditunjukkan pula dalam ayat berikut,
إِنَّ اللَّهَ لَا
يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48). Ibnu Katsir
dalam kitab tafsirnya berkata, “Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik
yaitu ketika seorang hamba bertemu Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, terbitan Dar Ibnul Jauzi, 3: 129).
Sedangkan jika seseorang mati dalam
keadaan bertauhid walau ia penuh dosa sepenuh bumi, maka Allah akan
memaafkannya. Syaratnya adalah ia bebas dari syirik. Dalam hadits qudsi dari
Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala
berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ
إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ
تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
“Wahai anak Adam, jika engkau
mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik
pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan
sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Tirmidzi mengatakan bahwa
hadits ini hasan ghorib. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Al
Hafizh Abu Thohir)
Semoga Allah menjauhkan kita dari noda
kesyirikan dan menjadikan kita hamba yang bertauhid yang mengesakan Allah dalam
beribadah. Wallahul muwaffiq.
Sumber : Rumaysho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar