Menyendiri dalam Amal
Sembunyikan Amalan |
CONTOH PARA SALAF DALAM MENYEMBUNYIKAN AMALAN MEREKA :
📌Pertama:
Menyembunyikan amalan shalat sunnah
Ar Robi bin Khutsaim –murid ‘Abdullah bin Mas’ud- tidak pernah mengerjakan shalat sunnah di
masjid kaumnya kecuali hanya sekali saja.[3]
📌Kedua: Menyembunyikan amalan shalat malam
Ayub As Sikhtiyaniy memiliki
kebiasaan bangun setiap malam. Ia pun selalu berusaha menyembunyikan amalannya.
Jika waktu shubuh telah tiba, ia pura-pura mengeraskan suaranya seakan-akan ia
baru bangun ketika itu. [4]
📌Ketiga: Bersedekah secara sembunyi-sembunyi.
Di antara golongan yang
mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah,
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ
فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
“Seseorang yang bersedekah
kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan oleh tangan kanannya.”[5] Permisalan sedekah dengan tangan kanan
dan kiri adalah ungkapan hiperbolis dalam hal menyembunyikan amalan. Keduanya
dipakai sebagai permisalan karena kedekatan dan kebersamaan kedua tangan
tersebut.[6]
Contoh yang mempraktekan hadits
di atas adalah ‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali. Beliau biasa memikul karung berisi
roti setiap malam hari. Beliau pun membagi roti-roti tersebut ke rumah-rumah
secara sembunyi-sembunyi. Beliau mengatakan,
إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ
غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ
“Sesungguhnya sedekah secara
sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.” Penduduk Madinah
tidak mengetahui siapa yang biasa memberi mereka makan. Tatkala ‘Ali bin Al
Husain meninggal dunia, mereka sudah tidak lagi mendapatkan kiriman makanan
setiap malamnya. Di punggung Ali bin Al Husain terlihat bekas hitam karena
seringnya memikul karung yang dibagikan kepada orang miskin Madinah di malam
hari. Subhanallah, kita mungkin sudah tidak pernah melihat makhluk semacam ini
di muka bumi ini lagi.[7]
📌Keempat: Menyembunyikan amalan puasa sunnah.
Dalam rangka menyembunyikan
amalan puasa sunnah, sebagian salaf senang berhias agar tidak nampak lemas atau
lesu karena puasa. Mereka menganjurkan untuk menyisir rambut dan memakai minyak
di rambut atau kulit di kala itu. Ibnu ‘Abbas mengatakan,
إِذَا كَانَ صَوْمُ أَحَدِكُمْ
فَلْيُصْبِحْ دَهِينًا مُتَرَجِّلاً
“Jika salah seorang di antara
kalian berpuasa, maka hendaklah ia memakai minyak-minyakan dan menyisir
rambutnya.”[8]
Daud bin Abi Hindi berpuasa
selama 40 tahun dan tidak ada satupun orang, termasuk keluarganya yang
mengetahuinya. Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia
keluar ke pasar sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar,
ia pun menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari,
sekaligus berbuka dan makan malam bersama keluarganya.[9] Jadi orang-orang di
pasar mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya. Sedangkan orang-orang yang
berada di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar. Masya Allah, luar
biasa trik beliau dalam menyembunyikan amalan.
Begitu pula para ulama seringkali
membatalkan puasa sunnahnya karena khawatir orang-orang mengetahui kalau ia
puasa. Jika Ibrohim bin Ad-ham diajak makan (padahal ia sedang puasa), ia pun
ikut makan dan ia tidak mengatakan, “Maaf, saya sedang puasa”.[10] Itulah para
ulama, begitu semangatnya mereka dalam menyembunyikan amalan puasanya.
📌Kelima: Menyembunyikan bacaan Al Qur’an dan dzikir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ
كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
“Orang yang mengeraskan bacaan Al
Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang
yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang
sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”[11]
Setelah menyebutkan hadits di
atas, At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini bermakna bahwa melirihkan bacaan
Qur’an itu lebih utama daripada mengeraskannya karena sedekah secara
sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang terang-terangan sebagaimana
yang dikatakan oleh para ulama. Mereka memaknakan demikian agar supaya setiap
orang terhindar dari ujub. Seseorang yang menyembunyikan amalan tentu saja
lebih mudah terhindar dari ujub daripada orang yang terang-terangan dalam
beramal.”
Yang dipraktekan oleh para ulama,
mereka sampai-sampai menutupi mushafnya agar orang tidak tahu kalau mereka
membaca Qur’an. Ar Robi’ bin Khutsaim selalu melakukan amalan dengan
sembunyi-sembunyi. Jika ada orang yang akan menemuinya, lalu beliau sedang
membaca mushaf Qur’an, ia pun akan menutupi Qur’annya dengan bajunya.[12]
Begitu pula halnya dengan Ibrohim An Nakho’i. Jika ia sedang membaca Qur’an,
lalu ada yang masuk menemuinya, ia pun segera menyembunyikan Qur’annya.[13]
Mereka melakukan ini semua agar amalan sholihnya tidak terlihat oleh orang
lain.
📌Keenam: Menyembunyikan tangisan
Sufyan Ats Tsauri mengatakan,
“Tangisan itu ada sepuluh bagian. Sembilan bagian biasanya untuk selain Allah
(tidak ikhlas) dan satu bagian saja yang biasa untuk Allah. Jika ada satu
tangisan saja dilakukan dalam sekali setahun (ikhlas) karena Allah, maka itu
pun masih banyak.”[14]
Dalam rangka menyembunyikan
tangisnya, seorang ulama sampai pura-pura mengatakan bahwa dirinya sedang pilek
karena takut terjerumus dalam riya’. Itulah yang dicontohkan oleh Ayub As
Sikhtiyaniy. Ia pura-pura mengusap wajahnya, lalu ia katakan, “Aku mungkin
sedang pilek berat.” Tetapi sebenarnya ia tidak pilek, namun ia hanya ingin
menyembunyikan tangisannya.[15]
Sampai-sampai salaf pun ada yang
pura-pura tersenyum ketika ingin mengeluarkan tangisannya. Tatkala Abu As Sa-ib
ingin menangis ketika mendengar bacaan Al Qur’an atau hadits, ia pun pura-pura
menyembunyikan tangisannya (di hadapan orang lain) dengan sambil tersenyum.[16]
Mu’awiyah bin Qurroh mengatakan,
“Tangisan dalam hati lebih baik daripada tangisan air mata.”[17]
📌Ketujuh: Menyembunyikan do’a
‘Uqbah bin ‘Abdul Ghofir
mengatakan, “Do’a yang dilakukan sembunyi-sembunyi lebih utama 70 kali dari
do’a secara terang-terangan. Jika seseorang melakukan amalan kebaikan secara
terang-terangan dan melakukannya secara sembunyi-sembunyi semisal itu pula, maka
Allah pun akan mengatakan pada malaikat-Nya, “Ini baru benar-benar
hamba-Ku.”[18]
Sumber : rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar