Kisah Mush'ab bin Umair Ra
Kisah Sahabat |
Mush’ab bin Umair telah
mengislamkan separuh penduduk Madinah dan menyiapkan kota itu menjadi tujuan
hijrah. Tapi kini, ia harus mempertahankannya dari serbuan pasukan kafir
Quraisy. Bersama sekitar 700 muslim lainnya, Mush’ab bin Umair bergerak menuju
bukit Uhud.
Awalnya, peperangan dimenangkan oleh umat Islam. Pasukan kafir Quraisy terpukul mundur. Sementara pasukan berkuda mereka tak bisa banyak membantu karena pasukan pemanah kaum muslimin berjaga-jaga di atas bukit, siap melesatkan anak-anak panah jika mereka mendekat.
Menyaksikan pasukan kafir Quraisy kocar-kacir meninggalkan banyak ghanimah, kaum muslimin merasa mereka telah menang. Mereka pun mengumpulkan ghanimah itu. Melihat pemandangan di bawah, pasukan pemanah tergoda untuk turun. “Kita sudah menang, mari bergabung dengan teman-teman di bawah” kata mereka. Kini tinggal satu dua pemanah di atas bukit itu. “Kita diperintahkan Rasulullah untuk tetap di sini, apapun yang terjadi hingga ada perintah turun.” Kata-kata itu seperti tak terdengar. Para pemanah pergi ke bawah.
Melihat atas bukti kosong, Khalid bin Walid yang sedari tadi mengamati segera memberi instruksi. Dalam sekejap, pemimpin pasukan berkuda yang masih musyrik itu mengomando pasukannya untuk memutari bukit dan menghantam pasukan Islam. Mengetahui pasukan berkuda berhasil mendobrak pertahanan umat Islam, pasukan kafir Quraisy yang sebelumnya tercerai berai kini kembali. Mereka berbalik dan gantian menyerang pasukan Islam. Kondisi genting.
Tujuan kafir Quraisy dalam perang itu adalah menghentikan dakwah dengan melenyapkan pemimpinnya; Muhammad Rasulullah. Maka mereka mengkonsentrasikan serangan untuk mencari Rasulullah dan bertekad membunuhnya. Kondisi ini disadari oleh Mush’ab bin Umair. Maka ia pun mengibarkan bendera tinggi-tinggi, sambil berkelebat ke sana kemari menghadapi musuh. Ia ingin mengalihkan konsentrasi pasukan kafir Quraisy agar tidak mengejar Rasulullah.
Dan benar. Banyak pasukan kafir Quraisy yang kemudian mengerumuninya. Mengeroyoknya. Mereka terpancing untuk menjatuhkan bendera Islam dari tangan Mush’ab.
Mush’ab bertarung dengan gagah berani. Hingga Ibnu Qaimah, salah seorang pasukan berkuda menyerangnya dan menebas tangan kanannya. Tangan itu jatuh ke tanah. Berdarah-darah. Tetapi Mush’ab seperti tak merasa kesakitan. Ucapannya menggambarkan ingatannya akan nasib Rasulullah. Ia tidak mengaduh tetapi membaca ayat 44 dari surat Ali Imran. “Wa maa Muhammadun illa Rasuul, qad khalat min qablihir rusul. Afa-in maata au qutilan qalabtum ‘alaa a’qaabikum” (Tidaklah Muhammad melainkan seorang utusan sebagaimana utusan-utusan sebelumnya. Apakah jika Ia meninggal dunia atau terbunuh, kalian akan kembali ke belakang).
Musha’b mengambil bendera dengan tangan kirinya, mengibarkannya tetap meninggi. Namun kemudian musuh menebas tangan kirinya. Ia kembali mengulang ayat itu, sembari membungkuk berupaya menahan bendera dengan kedua pangkal lengannya.
Pasukan berkuda itu lantas menyerangnya lagi dengan tombak. Menghunjamkannya ke dada Mush’ab. Maka jatuhlah duta Islam yang tampan itu. Ia gugur sebagai syuhada’. Dan bendera pun roboh.
Ketika peperangan usai, kafir Quraisy telah pergi, para sahabat memeriksa satu per satu jenazah para syuhada’.
Betapa berdukanya Rasulullah dan para sahabat mengetahui Mush’ab telah syahid. Yang membuat pilu, Mush’ab yang dulunya kaya raya lalu meninggalkan kekayaan itu, kini tak memiliki apa pun sebagai kain kafan. Ia hanya mendapatkan kain kafan pendek. Jika ditutupkan ke kepalanya, maka kakinya kelihatan. Jika ditutupkan ke kakinya, kepalanya kelihatan. Rasulullah memerintahkan agar kain itu ditutupkan ke kepala Mush’ab.
Memandang jenazah Mush’ab, dengan mata yang basah Rasulullah membaca firman Allah yang artinya: “Diantara orang-orang mukmin, terdapat orang-orang yang telah menepati janji mereka kepada Allah” (QS. Al Ahzab : 23)
Rasulullah kemudian bersabda kepada jasad Mush’ab, yang mengundang tangis siapapun yang mendengarnya: “Dulu ketika di Makkah, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada engkau. Tapi sekarang ini, rambutmu kusut, hanya dibalut sehelai burdah.”
Awalnya, peperangan dimenangkan oleh umat Islam. Pasukan kafir Quraisy terpukul mundur. Sementara pasukan berkuda mereka tak bisa banyak membantu karena pasukan pemanah kaum muslimin berjaga-jaga di atas bukit, siap melesatkan anak-anak panah jika mereka mendekat.
Menyaksikan pasukan kafir Quraisy kocar-kacir meninggalkan banyak ghanimah, kaum muslimin merasa mereka telah menang. Mereka pun mengumpulkan ghanimah itu. Melihat pemandangan di bawah, pasukan pemanah tergoda untuk turun. “Kita sudah menang, mari bergabung dengan teman-teman di bawah” kata mereka. Kini tinggal satu dua pemanah di atas bukit itu. “Kita diperintahkan Rasulullah untuk tetap di sini, apapun yang terjadi hingga ada perintah turun.” Kata-kata itu seperti tak terdengar. Para pemanah pergi ke bawah.
Melihat atas bukti kosong, Khalid bin Walid yang sedari tadi mengamati segera memberi instruksi. Dalam sekejap, pemimpin pasukan berkuda yang masih musyrik itu mengomando pasukannya untuk memutari bukit dan menghantam pasukan Islam. Mengetahui pasukan berkuda berhasil mendobrak pertahanan umat Islam, pasukan kafir Quraisy yang sebelumnya tercerai berai kini kembali. Mereka berbalik dan gantian menyerang pasukan Islam. Kondisi genting.
Tujuan kafir Quraisy dalam perang itu adalah menghentikan dakwah dengan melenyapkan pemimpinnya; Muhammad Rasulullah. Maka mereka mengkonsentrasikan serangan untuk mencari Rasulullah dan bertekad membunuhnya. Kondisi ini disadari oleh Mush’ab bin Umair. Maka ia pun mengibarkan bendera tinggi-tinggi, sambil berkelebat ke sana kemari menghadapi musuh. Ia ingin mengalihkan konsentrasi pasukan kafir Quraisy agar tidak mengejar Rasulullah.
Dan benar. Banyak pasukan kafir Quraisy yang kemudian mengerumuninya. Mengeroyoknya. Mereka terpancing untuk menjatuhkan bendera Islam dari tangan Mush’ab.
Mush’ab bertarung dengan gagah berani. Hingga Ibnu Qaimah, salah seorang pasukan berkuda menyerangnya dan menebas tangan kanannya. Tangan itu jatuh ke tanah. Berdarah-darah. Tetapi Mush’ab seperti tak merasa kesakitan. Ucapannya menggambarkan ingatannya akan nasib Rasulullah. Ia tidak mengaduh tetapi membaca ayat 44 dari surat Ali Imran. “Wa maa Muhammadun illa Rasuul, qad khalat min qablihir rusul. Afa-in maata au qutilan qalabtum ‘alaa a’qaabikum” (Tidaklah Muhammad melainkan seorang utusan sebagaimana utusan-utusan sebelumnya. Apakah jika Ia meninggal dunia atau terbunuh, kalian akan kembali ke belakang).
Musha’b mengambil bendera dengan tangan kirinya, mengibarkannya tetap meninggi. Namun kemudian musuh menebas tangan kirinya. Ia kembali mengulang ayat itu, sembari membungkuk berupaya menahan bendera dengan kedua pangkal lengannya.
Pasukan berkuda itu lantas menyerangnya lagi dengan tombak. Menghunjamkannya ke dada Mush’ab. Maka jatuhlah duta Islam yang tampan itu. Ia gugur sebagai syuhada’. Dan bendera pun roboh.
Ketika peperangan usai, kafir Quraisy telah pergi, para sahabat memeriksa satu per satu jenazah para syuhada’.
Betapa berdukanya Rasulullah dan para sahabat mengetahui Mush’ab telah syahid. Yang membuat pilu, Mush’ab yang dulunya kaya raya lalu meninggalkan kekayaan itu, kini tak memiliki apa pun sebagai kain kafan. Ia hanya mendapatkan kain kafan pendek. Jika ditutupkan ke kepalanya, maka kakinya kelihatan. Jika ditutupkan ke kakinya, kepalanya kelihatan. Rasulullah memerintahkan agar kain itu ditutupkan ke kepala Mush’ab.
Memandang jenazah Mush’ab, dengan mata yang basah Rasulullah membaca firman Allah yang artinya: “Diantara orang-orang mukmin, terdapat orang-orang yang telah menepati janji mereka kepada Allah” (QS. Al Ahzab : 23)
Rasulullah kemudian bersabda kepada jasad Mush’ab, yang mengundang tangis siapapun yang mendengarnya: “Dulu ketika di Makkah, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada engkau. Tapi sekarang ini, rambutmu kusut, hanya dibalut sehelai burdah.”
Sumber : Kisahsahabat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar