Jangan Menolak Syariat Alloh
Syariat Alloh |
Sebagai
dienun syaamilun-kaamilun-mutakaamil (agama yang komprehensif, sempurna dan
saling menyempurnakan), ajaran Islam mesti diterima secara totalitas.
Demikianlah Allah سبحانه و تعالى
memerintahkan orang beriman di dalam Al-Qur’an. Apabila seorang yang mengaku
muslim tidak mau menerima ajaran Islam secara kaaffah (keseluruhan) berarti ia
mengikuti langkah-langkah syetan. Syetan berkehendak agar seorang muslim
menerima sebagian ajaran Islam dan menolak sebagian lainnya.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
وَلا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS
Al-Baqarah 208)
Tetapi jika seorang hamba Allah
bersikap pilah-pilih terhadap Kitabullah dimana sebagian diterima dan sebagian
lainnya ditolak, hal ini sudah cukup mengerikan. Mengapa? Sebab Allah سبحانه و تعالى menggambarkan akibat yang diderita kaum
yahudi yang bersikap demikian dahulu kala. Tidak saja mereka terkena mudharat
di dunia, tetapi di akhirat mereka juga bakal menderita.
أَفَتُؤْمِنُونَ
بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ
مَنْ يَفْعَلُ
ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ
يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian
Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan
bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS Al-Baqarah
85)
Di era modern penuh fitnah dewasa ini
salah satu bidang yang ramai ditolak oleh kaum muslimin ialah bidang hukum.
Allah سبحانه و تعالى memerintahkan
orang-orang beriman agar ber-tauhid (mengesakan Allah) dalam bidang hukum
sebagaimana keharusan ber-tauhid pada bidang-bidang kehidupan lainnya.
وَأَنِ احْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
“… dan hendaklah kamu memutuskan
perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS Al-Maidah 49)
Allah سبحانه
و تعالى memerintahkan orang-orang beriman agar memutuskan perkara
(menetapkan hukum) berlandaskan Kitabullah. Artinya, wajib hukumnya bagi kaum
muslimin menerima dan menegakkan hukum Allah, bukan hukum manusia yang tentunya
berlandaskan hawa nafsu. Bahkan dalam ayat-ayat lainnya Allah secara tegas
menyatakan bahwa hak menetapkan hukum merupakan hak prerogratif Allah سبحانه و تعالى . Allah tidak memerlukan adanya sekutu
alias partner di dalam menyusun hukum-Nya.
إِنِ الْحُكْمُ إِلا
لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak
Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling
baik.” (QS Al-An’aam 57)
وَلا يُشْرِكُ فِي
حُكْمِهِ أَحَدًا
“… dan Dia (Allah) tidak mengambil
seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum-Nya”.
Namun di dalam sistem hukum dan
politik modern justeru sudah menjadi opini umum bahwa manusia berhak menyusun
hukum untuk diberlakukan kepada masyarakat luas. Ada segelintir elit yang
diberi wewenang me-legislasi undang-undang dan hukum. Bahkan mereka memperoleh
sebutan “bergengsi” yaitu sebagai anggota legislatif alias anggota parlemen. Di
Amerika Serikat sebutan mereka adalah law-makers (para pembuat hukum).
Lalu
masyarakat di luar kelompok elit tadi diharuskan mentaati undang-undang dan
hukum yang telah dihasilkan kelompok elit tersebut. Inilah yang disebut Sayyid
Qutb sebagai bentuk penghambaan sebagian manusia terhadap sebagian lainnya.
Kelompok elit tersebut memainkan peran Playing God (beraksi sebagai tuhan) di
tengah masyarakat, sedangkan masyarakat luas menghambakan diri kepada kelompok
elit tersebut dalam bentuk mentaati produk hukum buatan para lawmakers
tersebut. Inilah syirik hukum yang menjangkiti banyak manusia di era modern
penuh fitnah dewasa ini. Na’udzubillaahi min dzaalika…!
Dalam Kitab “Syarh Nawaqidh Al-Islam”,
Syaikh Sulaiman Nashir Al-Ulwan menulis:
“Harusnya setiap muslim dan muslimah
mengetahui bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya wajib didahulukan atas hukum
lainnya. Tiada suatu persoalanpun yang terjadi di antara sesama manusia
melainkan harus dikembalikan kepada hukum Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang
berhukum kepada selain hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah kafir.” (
“Penjelasan Pembatal Keislaman”, halaman 64-65, Penerbit At-Tibyan – Solo)
Dalam kitab “Fathul Majid” yang
merupakan syarah (penjelasan) dari Kitabut Tauhid, Al-Allamah Abdurrahman Hasan
Alu Asy-Syaikh menulis:
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ
مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا
أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan
syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”
(QS An-Nisa 60)
Al-Imad Ibnu Katsir berkata: “Ayat ini
mencela orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta berhakim kepada
selain keduanya, yaitu kepada kebatilan, dan inilah yang dimaksud dengan
thaghut di sini.”
Telah disebutkan apa yang dikatakan
oleh Ibnul Qayyim tentang definisi thaghut, bahwa ia adalah segala sesuatu di
mana seorang hamba melebihi batas padanya, baik berupa yang disembah, atau
diikuti atau ditaati. Barangsiapa berhukum kepada selain Kitab Allah dan Sunnah
Rasulullah صلى الله عليه و سلم berarti ia telah
berhakim kepada thaghut di mana Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang
beriman agar mengingkari thaghut. Karena berhakim dibolehkan hanya kepada Kitab
Allah dan Sunnah Rasul-Nya serta kepada siapa yang berhukum kepada keduanya.
Barangsiapa berhakim kepada selain keduanya berarti ia telah melebihi
batasannya, keluar dari apa yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan dan
mendudukkannya pada posisi yang bukan haknya..” (“Fathul Majid”, hlm 951,
Pustaka Sahifa, Jakarta).
Selanjutnya Al-Allamah Abdurrahman
Hasan Alu Asy-Syaikh menulis:
Imam Malik berkata: “Thaghut adalah
apa yang disembah selain Allah.”
Demikian pula siapa yang menyeru untuk
berhakim kepada selain Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah meninggalkan ajaran
Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan tidak
menyukainya, mengangkat sekutu bagi Allah dalam ketaatan dan menyelisihi ajaran
Rasulullah صلى الله عليه و سلم dalam apa yang Allah
perintahkan kepadanya dalam firman-Nya:
وَأَنِ احْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ
يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“… dan hendaklah kamu memutuskan
perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu.” (QS Al-Maidah 49)
(“Fathul Majid”, hlm 953, Pustaka
Sahifa, Jakarta).
Jadi, barangsiapa berhukum kepada
selain Allah dan Rasul-Nya berarti telah mengangkat sekutu bagi Allah dalam
ketaatan..! Apa arti kalimat ini? Artinya, seseorang yang bersikap demikian
telah jatuh kepada dosa puncak yang tak akan diampuni Allah bila hingga wafat
ia tidak bertaubat darinya, yaitu dosa syirik…!
إِنَّ اللَّهَ لا
يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS
An-Nisa 48)
Mengapa perkara demikian mendasar
tidak disadari oleh sebagian (besar) kaum muslimin di era modern penuh fitnah
dewasa ini? Karena faham sekularisme (pemisahan urusan agama dari urusan
kehidupan duiawi) telah mendominasi fikiran dan hati mereka. Mereka menelan
bulat-bulat ideologi kafir yang menyuruh manusia agar menempatkan urusan agama
sebatas pada private sector (lingkup pribadi) sedangkan urusan public sector
(lingkup masyarakat umum) hendaknya diatur oleh berbagai ajaran produk manusia.
Urusan agama yang dimaksud ialah sebatas menjalankan ibadah ritual seperti
sholat, puasa dan haji misalnya. Sedangkan urusan public sector ialah seperti
bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum. Maka barangsiapa yang menerima
ideologi sekularisme berarti ia telah bersikap pilah-pilih dalam menerapkan
agama Allah. Dan ini jelas bermakna ia mengabaikan perintah Allah (untuk
memasuki Islam secara totalitas) dan malah terjebak ke dalam menuruti
langkah-langkah syetan (menerima Islam secara parsial alias menjadi seorang
sekularis) …!
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
وَلا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS
Al-Baqarah 208)
Akibat paling buruk dari hal ini ialah
batalnya iman atau Tauhid atau keislaman seseorang di mata Allah سبحانه و تعالى . Dan dalam bab hukum, dewasa ini kita
menyaksikan begitu mudahnya seorang yang mengaku muslim dapat terjatuh kepada
Nawaaqidhul Iman (pembatalan iman)…! Penulis sangat khawatir bahwa kondisi
dunia kita saat ini sangat sesuai dengan apa yang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم peringatkan 15 abad
yang lalu:
بَادِرُوا
بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ
مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا
يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
Nabi صلى الله
عليه و سلم bersabda: “Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah
seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki dalam keadaan
mukmin, lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki
dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual dien-nya
(agamanya) demi mendapatkan barang kenikmatan dunia.” (HR Muslim – 169) Shahih
Ref//bingkaiperjuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar